Minggu, 08 Agustus 2010

pranji hill


PRANJI adalah nama sebuah bukit di sebelah utara kabupaten kebumen. Termasuk wilayah kedaulatan kecamatan pejagoan.

Ini adalah sebuahbukit dengan pemandangan yang sangat indah, terutama saat sun rise. Puncak bukit ini memiliki tebing batu fertikal yang cukup tinggi disebelah timur sehingga sehingga sunrise di bukit ini sangat indah. Dari tebing ini pula kita dapat melihat landscape sebagian kota kebumen. Jika sedang beruntung kita dapat melihat segumpal kabut yang terlambat naik dan bergumpal-gumpal dibawah kaki kita, seolah kita berdiri di atas awan. Dalam keadaan seperti ini, menikmati sunrise akan menjadi sangat menyenangkan.

Saat senja menjelang bintang-bintang tak hanya terlihat diatas namun juga dibawah. Tentu saja itu bukan bintang yang sbenarnya, lampu-lampu desa yang tak banyak, tapi cukup indah.

Selain pemandangannya yang indah bukit ini sanagt terjangkau, terjangkau maksudanya tentu saja bukan murah tetapi untuk mencapai puncaknya sangat mudah. Jika kita naik motor, kita dapat mengendarai motor kita hingga + 100 meter sebelum puncak. Titipkan saja sepeda motor kita ditempat pak lurah (mungkin sekarang sudah tak jadi lurah lagi) yang memang berada tepat sebelum jalan curam menanjak dimana sepeda motor biasa bisa melaluinya.

Jika kita tidak naik kendaraan sendiri, kita bisa naik angkutan kota dari terminal kebumen. Tanya saja pada orang diterminal “angkot jurusan Kebakalan” warnanya biru.

Turun saja dijembatan desa pengaringan. Disitu kita baru jalan kaki hingga puncak bukit. 1,5-2 jam dibutuhkan untuk berjalan hingga puncak, sedikit rasa lelah akan terbayar lunas (bahkan jujul) oleh keindahan puncak bukit ini. Jalan saja menyusuri jalan setapak yang telah dicor. Jika anda menemui perempatan dimana bediri sebuah masjid disitu, lurus saja. Nah untuk mencapai puncak bukit Pranji, tidak ada tanda yang jelas. Dibutuhkan pengalaman untuk mengetahui jalan menuju puncak. Ada sebuah toko yang belum pernah terlihat buka di kiri jalan dan dikanan jalan ada jalan kecil menanjak yang hanya cukup untuk satu orang. Nah, beloklah kejalan itu. Itu hanya jalan tanah yang mengantarkan kita menuju puncak.

Ada sebuah cerita yang sering didengung-dengungkan oleh warga sekitar bukit itu.

Konon katanya suatu ketika ada beberapa orang pemuda hendak menginap dipuncak bukit, namun, disebuah pohon dipuncak bukit tinggalah seekor ratu lebah atau tawon lengkap dengan pekerja dan kerajaannya. Penduduk sekitar menamai jenis lebah yang satu ini dengan nama tawon gung. Kembali ke kisah tadi, entah apa yang terjadi para pemuda itu diserang oleh lebah–lebah itu. Bebrapa diantara mereka berlarian turun dari bukit. Naas, ada seseorang yang terjatuh sebelum sampai tempat yang aman. Pemuda yang berhasil turun sampai bawah pun telah penuh dengan sengat lebah. Kata seorang penduduk disana bekas sengatan lebah tersebiut merata dipunggung pemuda itu , seperti ampas kelapa. Nah pemuda malang yang bias sampai bawah pun akhirnya meninggal dunia. Uniknya ada beberapa pemuda yang tinggal ditenda justru selamat dari maut.

Terlepas dari benar tidaknya cerita tersebut, ada nasehat yang cukup bijak untuk tidak sembrono dimanapun tempat kita berada, bukan bermaksud untuk berbuat syirik dan percaya dengan hal-hal yang klenik. Namun, kita harus menjaga ketertiban agar tidak mengganggu penduduk sekitar. Toh puncak bukit itu sangat dekat dengan pemukiman warga, bukan ditengah hutan belantara, jadi tidak sepatutnya kita untuk berbuat gaduh.

Senin, 29 Maret 2010

Menghapus Format dari bidang pilihan
Filosofi Caving


Sebenarnya ini adalah tulisan saya yang telah saya simpan di notes pada fac*****. dan sekarang saya telah memindahkannya.

Menyusuri gua sering dilakukan oleh orang-orang yangg ingin tau tentag lingkungan. Jika seorang dulu saya ditanya mengapa menyusuri gua, mungkin jawabanya adalah karena ingin tau dan ingin mendapat pengalaman. dan itu adalah jawaban yang klasik.

Namun, apa arti sbuah penyusuran gua sebenarnya? Tentu saja alasan tadi belum cukup memberikan jawaban. Tapi menurut saya segala sesuatu yang berhubungan dengan eksplorasi alam sebaiknya bertujuan untuk konserfasi. Yah, stidaknya secara tidak langsung. Mungkin hal tersebut terlalu munafik jika kita memandang kelakuan kita akhir-akhir ini.

Lalu, jika alasan telah mentok, skarang apa yang kita dapat dari caving? Ketika kita berada dalam kegelapan gua, jantung kita mungkin akan berdegup kencang karena pengaruh hormon yang dikeluarkan kelenjar adrenalin. Tapi hal ini menurut saya tidak esensial. Esensi sebuah penyusuran gua adalah tersirat. saya menganalogikan penyusuran gua dengan kehidupan. Ketika kita menapaki lorong-lorong gua yang lembab dan gelap, kita seolah-olah sedang mencari kegelapan, kondisi yang sering kali menjadi tdk menguntungkan. Namun stelah kita mencapai jantung gua, tempat maksimal dimana kita memutuskan untuk merubah langkah kita (menjadi berorientasi pada cahaya, pintu gua, jalan keluar)

apa tujuannya? Siapa yangg mau cari masalah, mencari kesusahan, kegelapan. Namun, inilah yg penting. Kita skali-kali perlu merasakan kegelapan, ketidaknyamanan. Agar kita tau, agar kita bersukur ketika kita telah kembali merasakan keadaan terang, yang penuh nikmat. Agar kita bersyukur. Dan satu lagi, syukuri hidup, jangan nikmati hidup agar kita tidak terlena.

maaf, mandan sotoi...
Hehe...